Konsumsi lele setiap harinya yang diserap oleh tempat-tempat jajanan belum lagi ibu-ibu rumah tangga di pasar-pasar tradisional hingga supermarket cukup besar. Para ibu menyukai lele disamping karena rasanya yang enak, juga keadaannya fresh atau masih hidup ketika dibeli.
Di Indonesia ada 6 jenis ikan lele yang dapat dikembangkan:
1) Clarias batrachus, dikenal sebagai ikan lele (Jawa), ikan kalang (Sumatera Barat), ikan maut (Sumatera Utara), dan ikan pintet (Kalimantan Selatan).
2) Clarias teysmani, dikenal sebagai lele kembang (Jawa Barat), kalang putih (Padang).
3) Clarias melanoderma, yang dikenal sebagai ikan duri (Sumatera Selatan), wais (Jawa Tengah), wiru (Jawa Barat).
4) Clarias nieuhofi, yang dikenal sebagai ikan lindi (Jawa), limbat (Sumatera Barat), kaleh (Kalimantan Selatan).
5) Clarias loiacanthus, yang dikenal sebagai ikan keli (Sumatera Barat), ikan penang (Kalimantan Timur).
6) Clarias gariepinus, yang dikenal sebagai lele dumbo, King Cat Fish, berasal dari Afrika.

Potensi permintaan lele yang besar menyaratkan komoditas ini memiliki peluang baik untuk dikembangkan. Hal tersebut juga didukung oleh manfaat yang bisa didapat dari lele. Selain dijadikan sebagai bahan makanan, ikan lele dari jenis C. Batrachus juga dapat dimanfaatkan sebagai ikan pajangan atau ikan hias.Selain itu ikan lele yang dipelihara di sawah dapat bermanfaat untuk memberantas hama padi berupa serangga air, karena merupakan salah satu makanan alami ikan lele. Disamping juga ikan lele juga dapat diramu dengan berbagai bahan obat lain untuk mengobati penyakit seperti asma, menstruasi (datang bulan) tidak teratur, hidung berdarah, kencing darah.
Jika dibandingkan ikan konsumsi jenis lainnya, lele tergolong menghasilkan lebih cepat. Lele bisa dipanen sekitar 40 - 50 hari, sementara ikan lain seperti gurame baru bisa menghasilkan sekitar 8 bulan. Perkiraan perhitungan bisnis setidaknya begini.
Satu kolam lele seluas 400 meter persegi bila ditanami 10.000 ekor benih ukuran 9 cm - 12 cm dan dipelihara selama 40 - 50 hari, maka perkiraan panen mencapai satu ton lele dengan nilai Rp 7,6 juta dengan asumsi harga tingkat peternak Rp 7.600 per kilogram.
Nilai keuntungan bersih dengan luasan tersebut mencapai sekitar Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta
Harga di tingkat petani bervariasi antara Rp 7.500 hingga Rp 9.000 tergantung juga kepada kondisi dan besar lele. Sementara di tingkat pengecer bisa mencapai harga sekitar Rp 13 ribu per kilogram.
Pebisnis di bidang ini bisa memilih diantara usaha pembibitan dan pembesaran. Usaha pembesaran memang membutuhkan modal lebih besar bila dibandingkan dengan pembibitan. Namun, untung yang bisa dicapai dari bidang ini juga lebih menjanjikan.

Selain pasar dalam negeri yang terbuka lebar, saat ini peluang ekspor lele berbentuk fillet mulai terbuka untuk pasar Amerika dan Eropa. Lele diekspor dalam bentuk fillet atau daging sayat sehingga daging yang dipakai hanya sekitar 35 persen dari total daging. Hanya saja khusus untuk tujuan ekspor, pebisnis harus menghasilkan lele berukuran besar. Pasar ekspor menyerap lele ukuran 800 gram ke atas per ekor
Untuk menangguk sukses di bidang ini, pebisnis harus mengetahui teknik pemeliharan dan pembesaran lele yang dapat mengisi pangsa pasar. Selain mempengaruhi rasa daging lele, pengetahuan tentang teknik tersebut dapat menciptakan efesiensi dan efektif produksi suatu kolam akan memberikan keuntungan bagi peternak. (Disadur dari wirausaha.com)
*sumber : Media Poniman Center, Edisi 1/I/2009
No comments:
Post a Comment